Perang
Salib (The Crusades War) adalah
serangkaian perang agama selama hampir dua abad sebagai reaksi Kristen Eropa
terhadap Islam Asia. Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci
Kristen diduduki Islam sejak 632 M, seperti di Suriah, Asia Kecil, Spanyol, dan
Sicilia. Militer Kristen menggunakan salib sebagai simbol yang menunjukkan
bahwa perang ini dan bertujuan membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerusalem) dari orang Islam.
Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya Perang Salib. Adapun yang menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya Perang Salib ada tiga hal, yaitu agama, politik dan sosial ekonomi.
1. Faktor
Agama
Sejak Dinasti Saljuk merebut Baitul Maqdis dari
tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 1070 M, pihak Kristen merasa tidak bebas
lagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa Saljuk menetapkan sejumlah
peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke
Batul Maqdis.
2. Faktor
Politik
Kekalahan Bizantium dan jatuhnya Asia Kecil ke
tangan Saljuk mendorong Kaisar Alexius I Commenus (Kaisar Konstantinopel) untuk
meminta bantuan kepada Paus Urbanus II utnuk mengembalikan kekuasaanya di
daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium
karena adanya Kaisar Alexius berjanji untuk tunduk kepada Paus. Di lain pihak,
kondisi kekuasaan Islam waktu itu melemah sehingga keadaan ini dimanfaatkan
oleh umat Kristen Eropa untuk merebut wilayah Islam dengan berani mengambil
bagian dalam Perang Salib.
3. Faktor
Sosial Ekonomi
Para pedagang di pantai Timur Laut Tengah bersedia
untuk menanggung dana dari Perang Salib dengan tujuan jika umat Kristen menang
maka mereka dapat memperluas wilayah perdagangan mereka. Selain itu, pada saat
itu status sosial dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kaum gereja, kaum
bangsawan serta kesatria, dan rakyat jelata. Kehidupan rakyat jelata yang
tertindas membuat mereka bersedia untuk ambil bagian dalam Perang Salib karena
mereka telah dijanjikan untuk diberikan kebebasan dan kemakmuran.
Para sejarawan berbeda pendapat dalam
menetapkan periodesasi Perang Salib. Prof. Ahamd Syalabi dalam At-Tarikh Al-Islami wa Al-Hadharat
Al-Islamiyyah misalnya, membagi periodesasi Perang Salib itu atas tujuh
periode. Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A, bahwa Perang Salib dibagi
dalam tiga periode. Menurut Philip K. Hitti, dalam The Arabs A Short History, pembagian Perang Salib yang lebih tepat adalah
sebagai berikut:
1. Periode
penaklukan (1096-1144 M)
Kerjasama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus
II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen
untuk mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Hasan
Ibrahim Hasan dalam Tarikh Al-Islam,
menggambarkan gerakan yang dipimpin oleh Piere I’Ermite ini diikuti oleh rakyat
jelata yang belum mempunyai pengalaman dalam berperang. Sepanjang perjalanan
berperang mereka malah membuat keonaran dan bentrok dengan penduduk Hongaria
dan Bizantium sampai akhirnya pasukan Salib dapat dikalahkan oleh Dinasti
Saljuk. Kemudian pada peperangan berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Boulion
yang dinilai terorganisasi lebih rapi. Akan tetapi pada akhirnya pasukan Perang
Salib kalah dikarenakan kedatangan pahlawan Islam dari Mousul, Imaduddin Zanki.
2. Periode
reaksi umat Islam (1144-1192 M)
Wafatnya Imaduddin Zanki, membangkitkan anaknya
Nuruddin Zanki untuk meneruskan perjuangan sang ayah dalam berjihad membela
Islam. Nuruddin berhasil merebut wilayah jajahan Kristen yaitu Antiochea pada
1149 M dan Edessa pada 1151 M. Hal inilah yang membuat Paus Eugenius III
mengobarkan Perang Salib kedua. Dalam perang ini, pemimpin umat Islam
digantikan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang akhirnya dapat menduduki kota
Yerusalem. Umat Kristen akhirnya melakukan penyerangan lagi dengan pemimpin
Frederick Barbarossa dari Jerman, Richard The Lion Hart dari Inggris dan Philip
Augustus dari Perancis. Dalam periode ini mereka melakukan perjanjian dengan
Shalahuddin yang disebut dengan Shulh
Ar-Ramlah yang isinya orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul
Maqdis tidak akan diganggu.
3. Periode
perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran dalam pasukan salib (1192-
1291 M)
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja
Jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir terlebih dahulu
sebelum ke Palestina, dengan harapan mendapat bantuan dari orang-orang Kristen
Qibti dan pada akhirnya berhasil menduduki kota Dimyat. Raja Mesir dari Dinasti
Ayyubiyah waktu itu, Al-Malikul Kamil membuat perjanjian dengan Frederick. Dalam
perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin
pada tahun 1247 M, di masa pemerintahan Al-Malikush Shalih, penguasa Mesir
selanjutnya. Dalam periode inilah sejarah munculnya pahlawan wanita Islam yaitu
Syajar Ad-Dur yang berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dan
menagkapnya. Dia juga menunjukkan kebesaran hatinya dalam membebaskan Raja
Louis IX untuk kembali ke Perancis.
Demikianlah Perang Salib yang
terjadi dimana umat Kristen selalu menderita kekalahan. Meskipun kalah, umat
Kristen tetap mendapatkan hikmah yang luar biasa diantaranya mereka membawa
kebudayaan dari Timur-Islam ke Barat terutama dalam bidang militer, seni,
perindustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian.
Umat Islam meskipun telah berhasil mempertahankan daerahnya dari tentara salib
tetap saja menderita kerugian yang sangat besar yang menyebabkan kekuatan
politik kaum muslimin menjadi melemah.
Sumber:
Amin, Samsul Munir.2009.Sejarah Peradaban
Islam.Jakarta:Amzah.
Perang Salib bukan perang agama. :)
ReplyDeleteNi yang versi Islam...
ReplyDeleteBased on the book that I've read...
Hemmm...